Senin, 30 Mei 2011

Hadiah Cinta yang Tak ternilai

“Bisa saya melihat bayi saya, Dok?” pinta seorang ibu yang baru melahirkan penuh kebahagiaan.
Ketika gendongan itu berpindah ke tangannya dan ia membuka selimut yang membungkus wajah bayi lelaki yang mungil itu, ibu itu menahan nafasnya. Dokter yang menungguinya segera berbalik memandang ke arah luar jendela rumah sakit. Ternyata Bayi itu dilahirkan tanpa kedua belah telinga. Dengan menahan nafas dan penuh dengan kehancuran, sang ibu pun mencium bayinya dan berkata. "Semoga saja kebahagiaan hidupmu tidak berkurang selama kau hidup, nak.", ucap sang Ibu dengan meneteskan air mata. Bagaimana pun juga, hanya seorang ibu yang bisa menerima semua ketidaksempurnaan seorang anak.

Hampir setiap malam sang Ibu mengelus-elus, menyusui dan menidurkan anaknya dengan do'a dan hanya ada satu yang ada dalam pikiran sang Ibu, semoga saja kekurangan anaknya bisa diterima orang disekitarnya agar tidak diejek dan disakiti sehingga menyebabkan anknya terkucil. Waktu membuktikan bahwa pendengaran bayi yang kini telah tumbuh menjadi seorang anak itu bekerja dengan sempurna. Hanya penampilannya saja yang tampak aneh dan buruk.

Suatu hari anak lelaki itu bergegas pulang ke rumah dan membenamkan wajahnya di pelukan sang ibu sambil menangis. Ia tahu hidup anak lelakinya penuh dengan kekecewaan dan tragedi. Anak lelaki itu terisak-isak dan berkata, “Seorang anak laki-laki besar mengejekku. Katanya, aku ini makhluk aneh. Katanya saya ini seperti alien yang tidak memiliki telinga.” Ibunya pun memeluknya sambil menangis dan berkata, "Nak, biarkan saja mereka mengatakan sesuka mereka tapi satu hal yang harus kamu tahu bahwa pasti suatu saat nanti mereka akan menerimamu apa adanya."

Anak lelaki itu tumbuh menjadi remaja yang cukup tampan dan pintar dengan cacatnya. Lumayan banyak teman-teman sekolahnya yang suka kepadanya karena kepintarannya. Tapi tidak sedikit yang tetap tidak menerimanya karena cacatnya itu. Hinaan dari orang-orang tetap diterimanya, cacian dari banyak mulut tetap menerpanya. Tapi dia tetap diam dan tersenyum dengan semua itu. Sesampainya dirumah dia pun memeluk ibunya dan berkata, "Bu, apakah di dunia ini laki-laki tidak dibolehkan berjilbab?". Dengan sedikit menyeringai Ibunya berkata "Maksud kamu apa nak, dari dulu zaman nabi adam laki-laki memang dilarang memakai jilbab."  "atau saya jadi wanita saja agar bisa memakai jilbab atau bagaimana kalau aku memiliki rambut yang panjang saja seperti preman" lanjut anaknya. Sang ibu pun semakin bingung dan menanyakan ke anaknya sebenarnya apa penyebab sang anak bisa berkata seperti itu. Anaknya pun menjawab, "Mungkin dengan saya memakai jilbab oraang-orang tidak akan menghina saya lagi karena mereka tidak tahu kalau saya tidak punya telinga." Mendengar hal tersebut, Ibunya pun menangis dan memeluk erat anaknya.

Seiring berjalannya waktu sang anak mengembangkan bakatnya di bidang musik dan menulis dan ia ingin sekali menjadi ketua kelas. Tapi semua teman-temannya mengejeknya dengan kembali mengucilkannya. Anak itu pun berlari pulang ke rumahnya dan benar-benar menangis tanpa henti dengan nada marah dan berlinang air mata dia menghampiri ibunya dan memeluknya sambil berkata, "Bu, apakah di dunia ini tidak ada manusia yang tidak bisa menghina. Saya sudah capek dengan semua hiaan mereka. Kalau bisa lebih baik saya mati saja Bu, saya sudah tidak sanggup lagi hidup seperti ini. Saya ingin mati saja, saya ingin mati saja..". Ibunya sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi. Dia hanya bisa menangis dan merasakan kesedihan anaknya yang begitu mendalam. Sejak saat itu, sang anak sudah tidak mau lagi keluar rumah. Aktivitasnya pun hanya dihabiskan dengan melamun di kamar. Bahkan dengan kebosanan hidupnya dia hampir bunuh diri. Kedua orang tuanya pun sepakat untuk mencari solusi yang terbaik untuk anaknya.


Sampai suatu hari ayah anak lelaki itu bertemu dengan seorang dokter yang bisa mencangkokkan telinga untuknya. “Saya percaya saya bisa memindahkan sepasang telinga untuknya. Tetapi harus ada seseorang yang bersedia mendonorkan telinganya,” kata dokter. Kemudian, orang tua anak lelaki itu mulai mencari siapa yang mau mengorbankan telinga dan mendonorkannya pada mereka. Beberapa bulan sudah berlalu. Dan tibalah saatnya mereka memanggil anak lelakinya, “Nak, seseorang yang tak ingin dikenal telah bersedia mendonorkan telinganya padamu. Kami harus segera mengirimmu ke rumah sakit untuk dilakukan operasi. Namun, semua ini sangatlah rahasia,” kata sang ayah. Tanpa berbicara banyak, sang anak pun meng-iyakan hal tersebut. Sang anak pun berterima kasih dan memperlihatkan keceriaan yang selama ini tidak pernah dilakukannya. Kedua orang tuanya pun begitu bahagia melihat anaknya yang selama ini terdiam kembali ceria lagi.

Tiba saatnya operasi dan akhirnya operasi berjalan dengan sukses. Seorang lelaki baru pun terlahir kembali. Bakat musiknya yang hebat itu berubah menjadi kejeniusan. Ia pun menerima banyak penghargaan dari sekolahnya. Beberapa waktu kemudian ia pun menikah dan bekerja sebagai seorang diplomat. Ia menemui ayahnya, “Yah, aku harus mengetahui siapa yang telah bersedia mengorbankan ini semua padaku. Ia telah berbuat sesuatu yang besar namun aku sama sekali belum membalas kebaikannya.” Ayahnya menjawab, “Ayah yakin kau takkan bisa membalas kebaikan hati orang yang telah memberikan telinga itu.” Setelah terdiam sesaat ayahnya melanjutkan, “Sesuai dengan perjanjian, belum saatnya bagimu untuk mengetahui semua rahasia ini.”

Tahun berganti tahun. Kedua orang tua lelaki itu tetap menyimpan rahasia. Hingga suatu hari tibalah saat yang menyedihkan bagi keluarga itu. Di hari itu ayah dan anak lelaki itu berdiri di tepi peti jenazah ibunya yang baru saja meninggal. Dengan perlahan dan lembut, sang ayah membelai rambut jenazah ibu yang terbujur kaku itu, lalu menyibaknya sehingga tampaklah… bahwa sang ibu tidak memiliki telinga. Hati sang anak seperti hancur melihat pengorbana ibunya. Ayahnya pun berkata, “Ibumu pernah berkata bahwa ia senang sekali bisa memanjangkan rambutnya,” bisik sang ayah. “Dan tak seorang pun menyadari bahwa ia telah kehilangan sedikit kecantikannya bukan?”.

Kecantikan yang sejati tidak terletak pada penampilan tubuh namun di dalam hati. Harta karun yang hakiki tidak terletak pada apa yang bisa terlihat, namun pada apa yang tidak dapat terlihat. Cinta yang sejati tidak terletak pada apa yang telah dikerjakan dan diketahui, namun pada apa yang telah dikerjakan namun tidak diketahui.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar